My Coldest CEO

33| Simplicity Of Love



33| Simplicity Of Love

0Mobil Lamborghini milik Leo berhenti tepat di depan pintu masuk Luis Company. Setelah berhasil melepaskan seat belt dari tubuhnya, ia mengambil tas kerja dan turun dari dalam sana. Seorang doorman menghampiri dirinya, dengan tubuh yang membungkuk sopan.     

"Selamat pagi, Tuan. Selamat mengawali hari dengan semangat," ucap doorman tersebut sambil mengulas sebuah senyuman.     

Leo menganggukkan kepala, membalas senyuman itu dengan tak kalah hangatnya. "Selamat pagi, terimakasih. Seperti biasa saya minta diri mu untuk memarkirkan mobil," ucapnya sambil menyerahkan kunci mobil yang berada di genggamannya ke arah sang doorman.     

"Baik Tuan, segera di laksanakan."     

Begitu melihat doorman yang sudah menggenggam erat kunci mobilnya, Leo langsung saja melangkahkan kaki untuk memasuki gedung pencakar langit miliknya. Gedung yang bersaing secara sehat pada perusahaan lainnya, nyaris tidak memiliki musuh karena memang Leo selalu menjaga nama baik LC.     

Setiap langkah kakinya, pasti menjadi daya tarik bagi banyak orang. Sosoknya yang berwibawa dan memiliki tingkat ketampanan yang cukup tinggi membuat banyak orang terpikat. Apalagi saat mengetahui jika dirinya ini sudah berputus hubungan dengan Azrell yang bernotabene layaknya seorang primadona di perusahaan besar ini. Tentu saja hal itu menjadi peluang bagi para wanita untuk mulai melaksanakan kegenitan mereka. Jika saja mereka tahu kalau seorang Leo sudah memiliki pengganti, maka mereka juga akan kembali mundur mengingat Felia yang sangat cantik dari segi luar (fisik) maupun dalam (sifat).     

"Selamat pagi, Tuan."     

"Selamat pagi, Tuan Leo."     

"Selamat pagi, masa depan."     

Banyak sapaan dari para karyawan yang masuk ke dalam indra pendengaran Leo, tentu saja ia balas dengan senyuman hangat sebagai tanda keramahan seorang atasan kepada para karyawannya.     

"Dan selamat pagi, mantan yang sangat brengsek."     

Tunggu, sepertinya ada yang menyapa Leo dengan panggilan tidak enak untuk di dengar. Mengedarkan pandangannya, ia melihat Azrell yang sudah berjalan tepat di sisinya. Ia menaikkan sebelah alisnya, lalu mengangkat bahunya acuh karena tentu saja ia tidak peduli dengan apa yang dikatakan wanita tersebut pada dirinya.     

"Oh, hai selamat pagi." ucapnya sambil memberikan sebuah senyuman yang masih sama hangatnya. Baginya, Azrell tetap karyawannya yang berada di sini, menjadi bagian penting di perusahaan.     

Mau wanita tersebut mantan kekasihnya, atau apa tapi kan memang masih memiliki hubungan dengannya antar sekretaris dan CEO. Kandasnya hubungan tidak ada pengecualian di antara mereka untuk tetap menjalankan prosedur kerja secara profesional. Tapi mungkin Azrell masih kesal dengan kejadian kemarin.     

Azrell berdecih, tadi ia menyapa Leo dengan suara kecil karena ia berjalan tepat di belakang laki-laki tersebut. Jadi, tidak perlu takut ada karyawan yang mendengar pertengkaran mulut yang di luncurkan dari dirinya. "Jangan memberikan sebuah senyuman yang terlihat memuakkan," ucapnya dengan nada bicara tenang. Bagaimana pun, tata Krama pada seorang atasan masih harus di terapkan pada Leo.     

Leo hanya bergeming, tidak menanggapi ucapan Azrell yang menurutnya hanya memancing obrolan tidak penting seperti kejadian sebelum-sebelumnya. Mereka berjalan ke arah lift khusus yang hanya di pakai sang petinggi dan juga sekretarisnya, bahkan para kolega yang berkunjung juga memakai lift ini karena hanya di hubungkan pada lantai tertentu saja.     

Di dalam lift, mereka masih diam. Leo yang tidak ingin membahas apapun lagi, dan Azrell yang sepertinya sedang memutar otak supaya bisa mengajak ngobrol laki-laki berperawakan penuh wibawa di sampingnya. "Jadi, gimana hari mu bersama Felia? apa menyenangkan?" tanyanya yang sekedar berbasa-basi. Ia rasanya ingin berteriak seperti; 'APA PUAS SUDAH MEMBUAT AKU HANCUR?!'.     

"Tentu saja, dia wanita yang baik dan telaten." jawab Leo tanpa mengarahkan tatapannya ke Azrell. Ia masih tetap menatap dinding lift, tidak berniat beradu pandang dengan wanita tersebut.     

"Membanggakan jalang, huh?"     

"Lebih baik membanggakan jalang daripada membanggakan wanita yang mengaku kalau dia yang terbaik, padahal sudah di sentuh banyak lelaki."     

Bum     

Ucapan Leo tentu saja kena sekali di hati Azrell. Memang benar apa yang di katakan laki-laki itu, tapi entah kenapa rasanya sangat tertampar kalau orang yang ia sayangi inilah yang melontarkan kalimat seperti itu.     

"Tap--"     

Drtt ...     

Drtt ...     

Drt ...     

Suara getaran ponsel milik Leo terdengar jelas, tentu saja hal itu memotong perkataan Azrell yang belum sepenuhnya keluar dari mulut. Sang empunya ponsel pun langsung merogoh saku jasnya, lalu menatap layar. Nama Felia tercetak jelas di sana, membuat senyuman tipis tampak pada permukaan wajah Leo.     

Menempelkan benda pipih itu di telinga, ia bahkan menghiraukan Azrell yang menatap ke arahnya dengan raut wajah penasaran. "Halo, Fe." sapanya.     

"..."     

"Tidak apa, pakai saja. Memangnya saya melarang? kamu bebas memakai apa saja."     

"..."     

"Minta tolong saja pada Bara atau Hers, mereka akan membantu diri mu."     

"..."     

"Tapi jangan biarkan mereka melihat tubuh mu,"     

"..."     

"Tentu saja, saya tidak suka jika wanita yang sudah berstatus kepemilikan saya di lirik laki-laki lain."     

Ting     

Leo segera keluar dari lift, meninggalkan Azrell yang mematung dengan napas yang mulai sesak. Ia tidak tahu maksud dari perkataan laki-laki tersebut, apa dia menyindirnya dirinya? Di sentuh laki-laki, lain adalah hobinya saat lewat tengah malam masih berada di club. Dengan random, ia memilih para pasangan kaya dan tentunya terbebas dari penyakit kelamin.     

Mungkin di mata Azrell, Felia adalah wanita jalang yang bisa merebut sesuatu dari dirinya. Namun ternyata, dirinya sendiri lah yang sudah melebihi semua batas itu.     

Kembali lagi pada Leo yang sedang menyusuri lantai dengan langkah besarnya untuk menuju ke ruang kerja, ia terkekeh mendengar ucapan Felia di seberang sana. "Apa? saya melarang karena saya tahu apa yang terbaik untuk diri mu, memangnya kamu mau kalau ada laki-laki yang melihat tubuhmu selain saya?" tanyanya, dengan refleks menggerakkan alisnya naik turun. Kalau Felia berada di hadapannya, sudah pasti wanita itu akan tersipu malu dengan kedua pipi berseri.     

"Tentu saja tidak, Tuan. Tapi kenapa pembahasan kita menjadi obrolan dewasa? aku hanya ingin meminjam kolam renang, dan kenapa berpikiran seperti itu? menyebalkan sekali." balas Felia di seberang sana. Mungkin kini gadis tersebut rasanya ingin mencubit pinggang Leo.     

"Siapa yang membahas topik dewasa?" tanya Leo dengan kekehan ringan. ia mendorong pintu ruang kerjanya dengan tangan kiri yang menggenggam tas kerja, lalu setelah dirinya masuk ia langsung saja duduk di kursi kekuasaan dan meletakkan tas favoritnya ke atas meja.     

Terdengar dengusan kecil di seberang sana. "Jadi, tidak masalah kan berenang?'     

"Tentu saja, Fe. Memangnya siapa yang melarang? tidak ada. Nanti minta tolong buatkan coklat panas pada Bara untuk diri mu, atau sesuatu minuman hangat yang lainnya."     

Entahlah, rasanya Leo memang selalu memberikan perhatian pada seorang wanita. Ya bukan karena dirinya ingin membangkitkan perasaan sayang, tapi karena sifat dirinya yang terlalu terbuka itu sudah melekat jelas di tubuhnya. Ia membuka layar laptop, dan menekan tombol 'on'.     

"Baiklah kalau begitu, maaf mengganggu diri mu Tuan. Aku bingung ingin melakukan apa dan memutuskan untuk meminta persetujuan dari mu." ucap Felia di seberang sana dengan nada lembut.     

Leo menganggukkan kepalanya, lagi-lagi itu adalah gerakan refleks. "Tidak masalah, kalau lapar tinggal bilang saja pada Bara dan request makanan. Jangan ragu untuk memakai fasilitas milik saya, asal jangan ke kamar pribadi." ucapnya. Ia mengingatkan pada Felia supaya tidak perlu ke kamarnya. Selain banyak dokumen penting, ya memang dirinya kurang nyaman jika ada seseorang yang masuk tanpa izin ke kamarnya.     

Bahkan maid yang bertugas untuk membersihkannya saja pun terkadang masih merasa takut jika nanti membuat kesalahan yang memicu terjadinya murka dari sang Tuan rumah.     

"Iya, lagipula untuk apa aku ke sana. Masih banyak sudut ruangan di rumah ini yang lebih menarik, apa aku boleh--"     

"Jangan banyak bertanya, Fe. Lakukan jika kamu mau, tidak perlu izin asalnya tidak negatif dan tidak menimbulkan kerusuhan."     

"Yee memangnya aku ngapain sampai rusuh?"     

Suara Felia yang terkekeh terdengar lembut masuk ke dalam indra pendengaran Leo. Tanpa sadar, ia menarik senyumannya, entah kenapa saat berbicara atau bahkan mengingat tentang wanita itu perasaan di rongga dadanya pasti selalu berdesir tak karuan.     

"Ya kali saja,"     

"Ya sudah ya Tuan, selamat bekerja."     

"Tunggu, mana kecupan untuk saya seperti tadi?"     

Leo mengulum sebuah senyuman menggoda, ia suka sekali menjahili Felia karena saat tersipu kecantikan wanita itu bertambah berkali-kali lipat.     

"E-eh? apa? tidak ada kecupan, sebaiknya Tuan cepat bekerja sebelum tumpukan dokumennya semakin bertambah."     

"Mengalihkan pembicaraan, huh?"     

"T-tidak Tuan, ah maaf kalau tindakan ku tadi pagi terlihat sangat murahan..."     

Leo menaikkan sebelah alisnya, ia sama sekali tidak menganggap Felia seperti itu. Baginya wanita tersebut adalah berlian yang sesungguhnya, dan ia bangga bisa bertemu wanita yang masih perawan tanpa pernah berhubungan seksual dengan laki-laki manapun. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana ketidaknyamanan saat kewanitaan seorang wanita yang sering berhubungan badan sudah longgar, padahal belum ada status pernikahan. Yang artiannya dia 'dipakai' oleh laki-laki lain.     

"Tidak ada yang murahan, sudah ah jangan membahas hal yang tidak penting. Lakukan saja kegiatan mu, sampai jumpa."     

Pip     

Leo segera mematikan panggilan mereka. Ia sangat tahu kalau Felia masih memikirkan ucapan Azrell yang menurutnya sangat kejam. Bisa-bisanya sesama wanita dikatai seperti layaknya wanita jalang? tentu saja sakit hatinya sangat menggores hati.     

"Kadang ucapan wanita ke sesama jenis lebih menyakitkan dan tidak di saring terlebih dahulu sebelum mengatakannya."     

Leo menaruh ponsel yang berada di genggamannya ke atas meja, lalu seperti biasa menatap layar laptop.     

Aktivitas pagi ini masih sama seperti pagi sebelum, memulai hari dengan pekerjaan yang selalu menjadi candu dan titik fokus bagi dirinya. Selain ia hanyut dalam kerja, pikirannya pun ikut melayang menayangkan jika Felia saat ini berada di dekatnya mungkin wanita itu bisa membelah titik fokusnya dengan cepat tanpa basa-basi.     

"Kenapa sekarang rasanya isi kepala saya penuh dengan Felia? ah sebaiknya saya harus memesan kopi supaya terjaga."     

Entah bagaimana caranya, wanita sederhana yang sebelumnya tidak pernah di bayangkan akan singgah di hidup seorang Leonardo Luis yang bernotabene laki-laki kaya dan gemar sekali bergonta-ganti pasangan. Hadirnya Felia memberikan sebuah keadaan baru dari hidup Leo. Yang awalnya ia tidak ingin mengejar para wanita dan lebih baik sebaliknya, namun kini ia mengejar Felia bahkan meminta kesederhanaan yang dimiliki oleh wanita tersebut.     

"Jatuh cinta itu ternyata bukan hanya tentang harta, tapi tentang ketulusan. Bahkan hanya dengan kesederhanaan seperti sudah mendapatkan segalanya, ternyata selama ini uang tidak begitu penting untuk menopang kehidupan yang berbahagia."     

...     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.